
indonesiaseharusnya-jabar.com – Kota Tasikmalaya – Sebagai salah satu upaya untuk memperoleh regenerasi organisasi, Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Mapak Raya Universitas Pendidikan Indonesia Tasikmalaya gelar edukasi kepecintaalaman pada Masa Orientasi Kampus (MOKA) dan Kuliah Umum (KU) UPI 2022, Rabu 31/08/2022.
Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Mapak Raya yang telah melaksanakan 18 kali pendidikan dasar merupakan mapala yang cukup lama berdiri di Tasikmalaya dan telah banyak berkarya untuk kelestarian lingkungan, namun sayangnya dampak Pandemi Copid-19, regenerasinya terhambat karena aktivitas kampus dimasa pandemi sangat dibatasi.
Ketua Mapala Mapak Raya Miranda yang akrab disapa Bunglon didampingi rekan sepetualangannya Salmon menyebut regenerasi organisasi terancam terhenti, padahal menurutnya peran organisanya cukup memberikan sumbangsih yang positif bagi masyarakat terutama bagi para siswa sekolah dasar.
“Kegiatan MOKA merupakan kali pertama dilaksanakannya, ini merupakan kesempatan bagi kami untuk lebih mengenalkan dan lebih mendekatkan organisasi mapala ke para mahasiswa baru,”ungkapnya disela kegiatan saat di temui awak media di halaman GOR Sukapura Dadaha, Nagarawangi, Cihideung, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
Bunglon maupun Salmon mengakui rekruitmen anggota baru tidaklah mudah, pengalaman rekruitmen tahun yang lalu anggota yang mendaftar sebanyak 13 orang tetapi yang berhasil mengikuti pendidikan dasar dan menjadi anggota penuh hanya dua orang.

“Banyak sekali alasan calon anggota yang mundur, diantaranya ijin orang tua, tujuan anggota baru sendiri yang ingin traveling serta adanya ketakutan terhadap penggemblengan dengan pola perpeloncoan,”terangnya.
Bunglon menyadari kondisi eksistensi mapala saat ini, ia bersama rekannya berusaha untuk mengedepankan edukasi yang bersifat peningkatan kualitas skill sumber daya manusianya, tidak ke arah perpeloncoan yang menjadi ketakutan para calon anggota.
“Untuk meningkatkan kualitas SDM, kita akan melakukan kerjasama dengan HIRA Tasikmalaya dalam mengasah pengetahuan dan keterampilan tentang navigasi, yang diharapkan nantinya akan menjadi salah satu pusat latihan bagi para pecinta alam di Priangan timur. Sedangkan untuk masalah konservasi kita akan lebih banyak mengunjungi SD untuk memberikan edukasi tentang bahaya pencemaran lingkungan dan sampah,”tandasnya.
Sementara itu tokoh petualang legendaris Indonesia Djukardi “Bongkeng” Andriana saat dihubungi Indonesia Seharusnya melalui telepon seluler menyebutkan Bahwa eksistensi dan kemanfaatan Mapala tidak jelas terlihat karena kurangnya promosi dari mapala itu sendiri.
“Mapalanya kurang promosi, kurang kegiatan simpatik, tidak terlihat jelas prestasi-prestasinya nya, kebermanfaatannya, jaringan keanggotaannya, tidak terangkat keberhasilan para anggota alumninya,”ungkap Bongkeng yang juga sebagai anggota senior Wanadri.
Sementara itu Manager Eiger Adventure Service Team (EAST) sekaligus pendaki senior Indonesia Galih Donikara berpendapat bahwa, saat ini promosi mapala kalah oleh kegiatan UKM lain tidak perlu pendidikan dasar untuk masuknya.
“Perlu pola komunikasi yang baru buat promosi, publikasi buat menggaet mahasiswa baru, dan itu tidak bisa dilakukan secara instan,”ungkapnya.
Galih berharap keberadaan Mapala yang memiliki peranan penting dalam kegiatan sosial kemasyarakat seperti dalam penangan kebencanaan dan pelestarian lingkungan harus memiliki kegiatan yang nyata dan dapat dirasakan dampaknya serta terukur keberhasilannya seperti mengadopsi sebuah kawasan desa binaan.
TEd. WN. Hermawan