indonesiaseharusnya-jabar.com – Tasikmalaya – Batik merupakan sebuah karya warisan budaya leluhur yang memiliki nilai artistik tersendiri, selain itu dalam motif batik memiliki kedalaman spiritual yang berbicara tentang kehidupan yang tidak hanya kata-kata tetapi kaya akan makna dan filosopi-filosipi positif yang menjadi penuntun hidup manusia terutama generasi muda.
Hal tersebut disampaikan oleh Erni Agustin Rahayu M.Sn sutradara film yang bertajuk Batik Sukapura Tasikmalaya. Erni ditemui awak media di lokasi syuting Kampung Ciseupan, Desa Janggala, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya menyebut pembuatan film ini sebagai bentuk upaya pelestarian nilai budaya bangsa yang semakin hari keberadaannya semakin tersisih.
Erni bersama beberapa pegiat seni dan budaya yang terdiri dari fotografer, videografer, kelompok teater dan penata artistik berkumpul dan bergabung dalam satu wadah yang bernama Balaka Institute Sinematogafi.
Wadah perkumpulan yang terdiri dari kreator muda Kota Tasikmalaya ini menurutnya merasa terpanggil untuk bergerak di bidang pendokumentasian Seni dan Budaya yang digarap dalam film dokumenter bertajuk Batik Sukapura Tasikmalaya.
Ditempat yang sama Produser film Batik Sukapura Edi Martoyo mengungkapkan kegiatannya merupakan bagian dari program Fasilitasi Bidang Kebudayaan tahun 2022 yang di dukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Direktorat Jenderal Kebudayaan.
“Ini merupakan upaya kami dari generasi muda Tasikmalaya untuk bisa melestarikan Batik Sukapura yang dinilai sudah Buhun bahkan hampir terancam punah keberadaannya,”tutur Edi.
Edi, sang produser berambut keriting ayah dari seorang putra bernama Louvin Rakha R berharap karya garapan yang disutradarai oleh Erni Agustin Rahayu M.Sn dapat menjadikan sebuah karya film yang akan berdampak positif, terutama bagi kalangan generasi muda Tasikmalaya pada khususnya umumnya generasi muda di Indonesia.
“Kami berencana mendokumentasikan, menginvetarisir batik tulis Sukapura kedalam bentuk film Dokumenter. Melalui sosok Ibu Fatonah dan Ibu Oom, film ini akan menceritakan tentang berbagai motif batik tulis Sukapura,” terangnya.
Menurutnya, tujuan penciptaan film dokumenter ini antara lain untuk mendokumentasikan motif batik tulis Sukapura sehingga diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran, penghormatan, kecintaan terhadap produk asli dalam negeri dan juga sebagai bagian dari instrument promosi produk batik tulis Sukapura dengan harapan mampu mendongkrak penjualan yang berimbas pada peningkatan ekonomi.
Disisi lain kabar baiknya Batik Sukapura karya Tasikmalaya ini mendapat penghargaan dan tercatat sebagai salah satu “Warisan Budaya Tak Benda” dari Kemendikbudristek. Hal ini, menjadi kabar menggembirakan dan tantangan bagi ia bersama rekan-rekannya sebagai anak muda Tasikmalaya untuk lebih bisa mengembangkan dan terlibat aktif sebagai agen kreatif, baik sebagai kreator maupun pengapresiasi.
“Selanjutnya kegiatan ini selaras dengan misi kami di Balaka Institute Sinematografi, yakni melakukan upaya penelusuran, menghimpun serta menyebarluaskan sumber-sumber sejarah, sosial, seni dan budaya,”tandasnya.
Selain tujuan secara umum di atas menurut Edi penciptaan film dokumenter ini antara lain untuk menginventarisir motif batik tulis khas Sukapura, mendokumentasikan pengetahuan/karya maestro batik tulis motif batik tulis Sukapura yang bersifat pewarisan nilai budaya, kearifan lokal untuk kelanjutan kebudayaan.
Selain itu dapat mengulas tentang sejarah Batik Sukapura dan kehidupan para pengrajin batik Desa Sukapura serta Desa Janggala sehingga kegiatan yang bersifat pewarisan nilai budaya, kearifan lokal, yang mencerminkan karakter bangsa dapat menjadi stimulus bagi pemerintah daerah dalam pemajuan kebudayaan.
Dengan tersedianya instrumen promosi produk unggulan yang ada di daerah Tasikmalaya dapat dijadikan referensi dan sumber informasi tentang keberadaan Batik Sukapura serta untuk meningkatmeningkatkan kepercayaan diri para pengrajin khususnya.
WN. Hermawan