Indonesiaseharusnya-jabar.com – Kota Bandung – Pada Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung, Senin (3/7/2023), Fraksi PSI-PKB-PPP DPRD Kota Bandung memberikan Pandangan Umum terhadap tentang Pelayanan Bidang Pangan, Pertanian, dan Perikanan; Penyelenggaraan Perhubungan; Pedoman Pengembangan, P enataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan; Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; serta Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022.
Raperda Pelayanan Bidang Pangan, Pertanian, dan Perikanan
Fraksi PSI-PKB-PPP DPRD Kota Bandung mengungkapkan, kebutuhan pokok warga Kota Bandung merupakan hal penting yang harus dijaga ketersediaannya oleh Pemerintah Kota Bandung. Dengan situasi ekonomi saat ini di mana ketersediaan pangan dapat terganggu, dibutuhkan landasan hukum untuk memberi kepastian.
Dengan pertimbangan ini, Fraksi PSI-PKB-PPP menyambut gembira Raperda Tentang Pelayanan Bidang Pangan, Pertanian, dan Perikanan, yang kami harapkan menjadi penjaga ketahanan pangan di Kota Bandung.
Dalam pandangan umum ini, ada beberapa aspek yang Fraksi PSI-PKB-PPP mohon untuk penjelasan dan perhatian dari Pemerintah Kota Bandung.
Fraksi PSI-PKB-PPP ingin menggarisbawahi bahwa kondisi Kota Bandung sebagai produsen pangan pertanian, perternakan, dan perikanan sangat terbatas dan tidak dapat mencukupi kebutuhan sendiri. Jadi dasar yang perlu kita sepakati bersama adalah perlu penjagaan ketersediaan bahan pangan yang dipasok dari luar Kota Bandung.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung perlu berperan untuk memastikan ketersediaan dalam jumlah yang mencukupi, harga yang terjangkau oleh warga Kota Bandung, serta kondisi pangan yang baik dan berkualitas memenuhi standar-standar kesehatan seperti yang diatur oleh perundang-undangan.
Kedaulatan dan kemandirian pangan tidak dapat bertumpu kepada produksi dari lahan terbatas di Kota Bandung. Maka, penekanan perlu diberikan pada distribusi dan lumbung pangan/ gudang cadangan pangan, bukan peningkatan produksi pangan nabati dan hewani dari wilayah Kota Bandung.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung sebagai regulator memberikan izin dan standar prosedur yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang memasok bahan pangan ke Kota Bandung, memastikan produk yang aman, sehat, tidak kadaluwarsa, serta dengan harga yang dapat diterima.
Kondisi dari warga Kota Bandung yang tidak mempunyai penghasilan cukup mungkin membuat ketidakmampuan membeli pangan, menimbulkan kerawanan pangan.
Menurut pendapat Fraksi PSI-PKB-PPP, hal ini tidak terfokus hanya pada area tertentu, melainkan dapat terjadi di seluruh kecamatan di Kota Bandung.
Untuk itu, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap Raperda ini juga memberi solusi misalnya memberi kartu kepada warga yang tidak mampu sehingga dapat memperoleh bahan pangan dengan gratis atau harga lebih murah di tempat-tempat cadangan pangan yang diatur oleh Pemerintah Kota Bandung.
Fraksi PSI-PKB-PPP tidak melihat bantuan produksi pertanian kepada warga Kota Bandung menjadi solusi efektif atas kerawanan pangan, mengingat di wilayah rentan rawan pangan belum tentu ada lahan untuk melakukan pertanian atau perikanan. Selain itu juga perlu dipahami bahwa warga Kota Bandung lebih banyak bekerja di bidang perdagangan barang dan jasa dibandingkan pertanian dan perikanan, sehingga keterampilan dan efisiensi dalam melaksanakan pertanian atau perikanan menjadi lebih rendah.
Urban farming dapat dilakukan sebagai dorongan untuk Kota Bandung yang lebih hijau, menekan polusi, serta kebiasaan tiap rumah untuk menumbuhkan sendiri produk pertanian seperti rempah-rempah yang digunakan sendiri dalam jumlah kecil. Beberapa teknologi hortikultura seperti hidrophonik dapat digunakan di lahan terbatas. Namun tentunya urban farming tidak dapat menggantikan ketersediaan pangan utama yang diperoleh dari pasar.
Keamanan pangan lebih banyak menjadi masalah dalam pengelolaan pangan lanjutan. Ada penjual yang tidak bertanggung jawab yang memakai bahan kimia berbahaya ke bahan pangan untuk menampilkan bahan pangan lebih segar lebih lama. Demikian juga dengan pengolahan bahan perisa seperti kecap dan saus yang mungkin tidak diproses dengan bahan yang sehat dan proses yang higienis.
Di sisi lain, produktivitas warga di Kota Bandung dalam memproduksi makanan dapat menjadi nilai tambah ekonomi yang berharga. Oleh karena itu, lebih baik jika Pemerintah Kota Bandung dapat memberikan dukungan dan penyuluhan untuk produsen-produsen makanan berproduksi sesuai ketentuan perundang-undangan, serta memberi kualitas yang baik.
Masih terkait dengan keamanan pangan, Fraksi PSI-PKB-PPP juga berharap Raperda ini secara khusus membahas tentang kestabilan harga pangan dan ketersediaannya. Maka berdasarkan Perda ini, Pemerintah Kota Bandung dapat membuat alokasi anggaran yang digunakan secara khusus dalam keadaan inflasi pangan yang tinggi melampaui batasan tertentu, sehingga harga pangan tetap terjaga bagi warga Kota Bandung.
Raperda Penyelenggaraan Perhubungan
Sejak berlangsungnya Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19, terjadi penurunan drastis dalam sistem transportasi umum di Kota Bandung. Kini setelah Pandemi Covid berakhir, kita melihat bahwa transportasi umum di Kota Bandung belum pulih, sebaliknya terjadi peningkatan jumlah kendaraan pribadi. Sementara, kita mengerti bahwa panjang jalan di Kota Bandung terbatas.
Dengan pertimbangan ini, Fraksi PSI-PKB-PPP menyambut gembira Raperda Tentang Penyelenggaraan Perhubungan, yang kami harapkan menjadi landasan hukum pembangunan sistem transportasi umum di Kota Bandung.
Dalam pandangan umum ini, ada beberapa aspek yang kami mohon untuk penjelasan dan perhatiannya. Pertama, Fraksi PSI-PKB-PPP melihat bahwa ruang lingkup Perda ini terbatas pada penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di jalan raya dan perkeretaapian. Dengan mengacu kepada kondisi Kota Bandung, kami mengusulkan untuk memperluas ruang lingkup dengan moda transportasi lain, seperti kereta gantung yang bisa diterapkan untuk topografi Kota Bandung yang dikelilingi oleh gunung.
Hal ini kami pandang perlu untuk mengurangi penggunaan jalan raya mengingat keterbatasan panjang jalan dan fakta bahwa keberadaan kendaraan pribadi kini telah menjadi jauh lebih banyak. Kondisi ini membuat rencana apa pun untuk menyelenggarakan transportasi melalui lalu lintas dan angkutan jalan dapat menyebabkan kemacetan jalan yang parah.
Jelas bahwa Kota Bandung membutuhkan sistem transportasi massal dan cepat yang tidak menggunakan lalu lintas dan angkutan jalan, yang perlu menjangkau ke seluruh area di Kota Bandung. Kebutuhan ini berlaku sekarang, tidak bisa menunggu kurun waktu 20 tahun lagi mengikuti Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota.
Fraksi PSI-PKB-PPP melihat bahwa Pemerintah Kota Bandung harus segera mengalihkan sistem moda transportasi di jalan raya ke alternatif lain, baik kereta api maupun kereta gantung, atau kombinasi keduanya. Kita tidak lagi bisa mengatur seperti masa lalu, sebab daya dukung jalan tidak bisa ditambah mengikuti6 pertambahan jumlah kendaraan pribadi.
Dalam pandangan Fraksi PSI-PKB-PPP, Rencana Induk Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota perlu segera diganti dengan alternatif transportasi massal umum lain.
Di sisi lain, dengan banyaknya warga Kota Bandung menggunakan kendaraan pribadi, muncul kebutuhan perlengkapan jalan.
Fraksi PSI-PKB-PPP menyoroti kurangnya alat penerangan jalan di Kota Bandung, bahkan beberapa jalan raya besar sangat gelap di malam hari.
Kebutuhan akan penerangan Jalan bukan sekedar untuk kepentingan lalu lintas dan perhubungan, tapi juga keamanan dan ketertiban masyarakat Kota. Juga berfungsi untuk membangun kegiatan ekonomi warga Kota Bandung di malam hari, yang sudah umum sebagai Kota Metropolitan sebagai Ibu Kota Provinsi.
Oleh karena itu, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap agar Alat Penerangan Jalan diatur dalam pasal terpisah dari Pasal 15 yang hanya mengatur perlengkapan jalan. Fungsi sosial kemasyarakatan perlu dipertimbangkan lebih dalam, melebihi kepentingan perlengkapan jalan saja.
Selain dari itu, Fraksi PSI-PKB-PPP juga mengharapkan agar Perda Penyelenggaraan Perhubungan ini memberikan batasan yang lebih spesifik mengenai trotoar, lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan fasilitas khusus bagi disabilitas yang diatur dalam Pasal 20.
Selama ini standar pembangunan belum diatur secara spesifik, mengakibatkan pembangunan fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan tidak efektif membantu warga Kota Bandung. Antara lain, tempat penyeberangan jalan yang dibuat dengan tangga sangat tinggi/ terjal, lebar yang sempit, serta penerangan yang minim. Hal-hal ini membuat warga mengalami kesulitan menggunakan dan juga mengalami ancaman keamanan keselamatan dari pelaku kejahatan terutama di malam hari, di atas tempat penyeberangan Pejalan Kaki.
Hal-hal ini dalam pengetahuan Fraksi PSI-PKB-PPP telah beberapa kali dibahas oleh pengamat perhubungan, sehingga kami berharap ada penekanan akan standar yang perlu dipenuhi oleh Wali Kota untuk Jalan Kota.
Fraksi PSI-PKB-PPP juga mengamati bahwa Raperda ini hanya membahas tentang Terminal Penumpang dalam ruang lingkup Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja. Padahal, ruang lingkup Raperda ini juga menyangkut tentang perkeretaapian, dengan usulan tambahan kami untuk moda transportasi lainnya.
Untuk moda transportasi bukan Lalu Lintas Angkutan Jalan, maka keberadaan stasiun/ terminal tempat naik dan turunnya penumpang menjadi hal penting. Kita juga melihat fakta bahwa ruang di jalanan Kota Bandung telah menjadi sangat sempit untuk pengadaan Terminal Penumpang, dan kebiasaan Angkutan Umum berhenti di area tertentu yang menjadi terminal tidak resmi justru menjadi sumber masalah kemacetan.
Fraksi PSI-PKB-PPP tidak memahami bagaimana dengan situasi ini, dapat membuat Terminal Penumpang baru di Kota Bandung.
Sekali lagi, Fraksi PSI-PKB-PPP tidak melihat bahwa permasalahan Angkutan Umum dapat diselesaikan dengan kendaraan yang bergerak di jalan raya, dengan kapasitas kendaraan pribadi yang sudah sangat tinggi seperti saat ini.
Permasalahan banyaknya kendaraan terkait juga dengan permasalahan terbatasnya lahan parkir dan penyelenggaraan perparkiran di Kota Bandung. Jelas dibutuhkan lebih banyak gedung-gedung parkir, agar kendaraan tidak diparkir di badan jalan yang menyempitkan lalu lintas setempat.
Khusus mengenai parkir, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap Perda ini juga mengatur inisiatif Pemerintah Kota Bandung untuk menyelenggarakan gedung-gedung parkir, antara lain dengan membeli properti warga yang kosong, agar di atasnya bisa dibangun gedung parkir dengan kapasitas tertentu, terutama di jalan-jalan besar Kota Bandung.
Menurut Fraksi PSI-PKB-PPP, urusan perparkiran bukan utamanya perihal tarif parkir dan bagaimana memungut biaya parkir, namun lebih utama soal menghitung berapa kebutuhan lahan parkir dan pengadaannya per area.
Kebutuhan ini dapat dikurangi jika ada alternatif transportasi massal cepat yang menjangkau semua area, yang tidak berjalan di jalan raya.
Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Kita telah melihat kondisi ekonomi baik secara Nasional secara umum, maupun secara khusus di Kota Bandung yang telah mengalami perubahan cukup drastis. Dengan perubahan ini muncul kondisi baru yang secara langsung mempengaruhi Pandapatan Asli Daerah serta pembiayaan berbagai pelaksanaan tata kota.
Oleh karena itu, Fraksi PSI-PKB-PPP menyambut gembira rancangan Peraturan Daerah ini sebagai landasan hukum untuk memastikan keadilan sosial dalam penetapan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam pandangan umum ini, ada beberapa aspek yang kami mohon untuk penjelasan dan perhatiannya. Dengan terjadinya kondisi ekonomi yang menurun, maka terjadi pula penurunan nilai properti di seluruh Kota Bandung. Ini juga berarti penurunan hasil dari kinerja aset, yang mengakibatkan penurunan kinerja usaha serta kemampuan membayar pajak daerah dan retribusi daerah.
Atas dasar asas keadilan dalam perpajakan, Fraksi PSI-PKB-PPP ingin menekankan fungsi pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sebaliknya mengenakan biaya lebih besar kepada pihak-pihak yang tidak memberikan kontribusi ekonomi bagi Kota Bandung.
Hal ini bisa diwujudkan antara lain dengan memberikan keringanan PBB dan BPHTB untuk properti yang digunakan secara aktif untuk berusaha. Jika masyarakat tetap bertekad untuk bekerja secara produktif, maka dapat diberikan potongan pajak kepada pelaku usaha yang aktif, sehingga tidak membebani biaya usahanya dalam membayar pajak dan retribusi.
Sebaliknya, untuk properti-properti yang dibiarkan kosong, termasuk pusat perbelanjaan yang mengenakan harga sewa tinggi sehingga tidak memperoleh penyewa-penyewa, sehingga menjadi bangunan kosong dan tidak produktif yang berdampak buruk bagi Kota Bandung, maka perlu dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan yang lebih tinggi, di mana semakin lama properti dibiarkan kosong maka semakin tinggi pula PBB.
Fraksi PSI-PKB-PPP melihat bahwa cara penetapan NJOP yang statis seperti saat ini membuat banyaknya bangunan yang terbengkalai karena bagi pemilik tidak ada dorongan untuk membuat propertinya produktif dan tetap mengenakan harga sewa atau jual yang tinggi. Dengan situasi ekonomi Kota Bandung saat ini, terjadi pergeseran nilai ekonomi di mana hal ini tidak direfleksikan oleh NJOP yang dikenakan.
Mengingat bahwa NJOP sepenuhnya merupakan kewenangan dari wali kota, maka sebenarnya wali kota dapat memberikan penilaian secara dinamis berdasarkan penggunaan properti di Kota Bandung. Demikian pula BPHTB untuk tempat berusaha dapat dikenakan lebih rendah dibandingkan BPHTB perolehan properti untuk investasi, di mana orang membeli suatu properti hanya untuk menyewakannya saja.
Dalam hal penetapan tarif PBB-P2, menurut hemat Fraksi PSI-PKB-PPP batasan NJOP harus ditingkatkan menjadi Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah), mengingat nilai properti di Kota Bandung yang telah naik tinggi walaupun nilai ekonominya turun. Sedangkan lahan di Kota Bandung yang merupakan lahan produksi pangan maupun lahan produksi ternak sudah sangat kecil dibandingkan luas Kota Bandung seluruhnya.
Fraksi PSI-PKB-PPP juga melihat bagaimana tekanan ekonomi setelah Pandemi Covid-19 membuat kelompok-kelompok masyarakat sangat tertekan, antara lain kelompok masyarakat yang bekerja dalam bidang kesenian dan hiburan tradisional. Kondisi diperparah dengan biaya sewa tempat yang tinggi, sedangkan kebiasaan masyarakat mulai berubah dengan menonton secara daring dari aplikasi video.
Untuk kondisi ini, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap perkecualian PBJT untuk semua Jasa Kesenian dan Hiburan berupa pergelaran kesenian, musik, tari serta kebudayaan tradisional, termasuk yang dipungut bayaran, yang mana menambah perkecualian dalam Pasal 22 ayat (2). Ini merupakan komitmen Kota Bandung untuk memelihara kebudayaan tradisional dan memberikan penghasilan bagi pekerja seni tradisional, yang dibedakan dari Kesenian dan Hiburan modern lainnya.
Bagaimanapun, menurut hemat Fraksi PSI-PKB-PPP tidak ada artinya memberikan pengecualian PBJT untuk kegiatan yang memang tidak dipungut bayaran.
Hal yang sama sekali tidak disinggung dalam Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah perihal transaksi elektronik. Padahal dengan kondisi saat ini semakin banyak transaksi yang dilakukan secara elektronik.
Atas dasar keadilan dan ekstensifikasi perolehan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Fraksi PSI-PKB-PPP mengusulkan agar dilakukan pengenaan Pajak dan Retribusi terhadap transaksi elektronik, dengan cara mengenakan potongan terhadap pemilik aplikasi yang menerima pembayaran atau pelaku usaha gerbang pembayaran elektronik. Untuk itu dibutuhkan dasar hukum seperti Perda.
Tentunya untuk hal ini khusus bagi pelaku usaha di Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung dapat menyelenggarakan tempat transaksi elektronik atau pasar daring, serta menyediakan sarana transaksi yang dikenakan Retribusi Daerah, yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah. Tentunya untuk hal ini dibutuhkan Perda lain sebagai landasan hukumnya.
Raperda Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan Dan Toko Swalayan
Kita telah melihat kondisi ekonomi baik secara Nasional secara umum, maupun secara khusus di Kota Bandung yang telah mengalami perubahan cukup drastis. Dengan perubahan ini muncul kondisi baru yang membutuhkan perhatian dan penanganan khususnya untuk pengembangan, penataan, dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
Oleh karena itu, Fraksi PSI-PKB-PPP menyambut gembira rancangan Peraturan Daerah ini sebagai landasan hukum untuk memastikan keberlangsungan dan pergerakan pasar, yaitu tempat pertemuan penjual dan pembeli di Kota Bandung. Melalui Peraturan Daerah ini jelas bahwa Pemerintah Daerah Kota Bandung turut membina dan mengawasi jalannya usaha pertokoan oleh masyarakat.
Dalam pandangan umum ini, ada beberapa aspek yang kami mohon untuk penjelasan dan perhatiannya. Fraksi PSI-PKB-PPP menyoroti bahwa saat ini telah terjadi pergeseran dalam pola berbelanja di masyarakat, di mana sejak Pandemi Covid-19 terjadi peningkatan jual beli secara daring (online) melalui berbagai macam aplikasi. Dengan peningkatan jual beli secara daring, terjadi pergeseran yang membuat posisi pusat perbelanjaan berubah, tidak lagi dikunjungi oleh masyarakat seperti sebelum masa Pandemi.
Dalam hal ini kita perlu mengamati penutupan-penutupan berbagai gerai pasar modern dan toko-toko konvensional sepanjang tahun 2020-2023. Hal ini menjadi permasalahan dengan keberadaan gedung-gedung pusat perbelanjaan yang menjadi sepi dari pembeli, membuat usaha penyewa pusat perbelanjaan tidak lagi menguntungkan, hingga banyak penyewa yang berhenti berusaha di pusat perbelanjaan, dengan banyak Pemutusan Hubungan Kerja terjadi.
Fraksi PSI-PKB-PPP berharap Pedoman yang dikeluarkan sebagai Perda ini memberikan dasar insentif untuk mendorong pusat-pusat perbelanjaan bertransformasi dan tetap dapat berusaha dengan efektif, dengan menjalankan proses yang efisien dan efektif secara ekonomi di era Teknologi Informasi saat ini.
Hal ini menjadi perhatian pertama, sebab keseluruhan Raperda ini sama sekali tidak menyinggung mengenai situasi dan kondisi perekonomian saat ini. Fraksi PSI-PKB-PPP merasa prihatin jika Naskah Akademik yang melandasi Raperda ini sama sekali tidak memperhatikan situasi pasar yang sebenarnya.
Permasalahan terutama yang membedakan usaha konvensional dengan usaha yang berbasis teknologi informasi adalah soal luas gerai yang digunakan. Dalam usaha daring melalui aplikasi, jelas tidak dibutuhkan area sebesar usaha perdagangan konvensional toko swalayan seperti yang dijabarkan dalam Raperda ini.
Dalam penyelenggaraan usaha konvensional, luas gerai merupakan komponen biaya yang harus dibayar oleh pengusaha toko, di mana beban biaya itu akan dikenakan pada harga barang yang dijual. Faktor lokasi menjadi penentu biaya, di mana untuk lokasi yang mahal akhirnya menjadi tidak menguntungkan untuk berusaha sebab terpaksa harus menjual dengan harga yang sangat tinggi.
Untuk menjaga kondusifitas usaha, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap Raperda Pedoman Penataan dan Pengembangan Toko Swalayan ini memberikan batasan-batasan harga sewa tempat usaha yang dianggap wajar berdasarkan pertimbangan nilai ekonomi suatu lokasi, agar usaha dapat terus berjalan baik untuk minimarket, supermarket, maupun hypermarket. Kita perlu memperhatikan bahwa untuk usaha daring melalui aplikasi, beban biaya sewa dapat ditekan sangat rendah, padahal usaha daring tidak diatur oleh Perda ini.
Jika harga sewa terlalu tinggi di luar kewajaran perhitungan usaha, maka biaya sewa tempat itu membuat semua produk yang dijual, termasuk produk dari UMK Kota Bandung, harus dijual dengan harga tinggi yang tidak kompetitif. Pengaturan oleh Perda untuk batas atas nilai sewa tempat usaha memastikan keberlangsungan usaha yang berkeadilan sosial bagi seluruh warga Kota Bandung.
Dalam hal keadilan, Fraksi PSI-PKB-PPP menyambut baik ketentuan di mana pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko swalayan wajib menyediakan tempat berjualan yang memenuhi syarat teknis bangunan, lingkungan, keamanan dan kelayakan sanitasi serta higienis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu Fraksi PSI-PKB-PPP juga berharap ketentuan sama dikenakan terhadap semua pelaku usaha, termasuk PKL dan warung kelontong serta pelaku usaha rumahan.
Tanpa mengurangi perhatian dan dukungan kepada UMK di Kota Bandung, Fraksi PSI-PKB-PPP berharap standar-standar kualitas harus dipenuhi terlebih dahulu oleh semua pelaku usaha. Untuk itu menurut kami Pemerintah Kota Bandung bertanggung jawab mendirikan lembaga untuk mengawasi dan mengendalikan produk yang dibuat dan dipasarkan oleh UMK sebelum harus dijual oleh toko swalayan yang harus bermitra dan menjual produknya.
Kita perlu melihat bahwa banyak masyarakat yang ingin berusaha namun belum memenuhi kualitas, belum mempunyai standar proses produksi, standar pemakaian bahan, maupun standar pengemasan yang konsisten dan memenuhi ketentuan perundang-undangan. Sebelum usaha mikro kecil dan menengah dapat dipasarkan, seharusnya telah memenuhi segala persyaratan dan kelayakan, sehingga produk yang diperjualbelikan di Kota Bandung mempunyai nilai kualitas yang baik dan konsisten.
Menurut hemat Fraksi PSI-PKB-PPP, hal ini pun merupakan hal penting untuk dikelola oleh Pemerintah Kota Bandung.
Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022
Fraksi PSI-PKB-PPP ingin menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas keadaan kepemimpinan Kota Bandung yang didera oleh dugaan tindak pidana korupsi oleh pejabat terkait. Korupsi menjadi sumber masalah yang merugikan semua pihak, menggerogoti kepercayaan, dan menghambat pembangunan.
Fraksi PSI-PKB-PPP memberikan apresiasi kepada segenap pejabat Pemerintah Kota Bandung yang tetap menjaga kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi martabat Aparat Sipil Negara yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan penuh integritas.
Dengan demikian Fraksi PSI-PKB-PPP menerima Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022 terlepas dari segala permasalahan dan penyimpangan anggaran yang telah dilakukan oleh para tersangka tindak pidana korupsi, sampai memperoleh keputusan hukum yang berkekuatan tetap.
Red.